Mengajarkanadab memandang lawan jenis; Berilah pengertian mengenai adab dalam memandang lawan jenis sehingga anak dapat mengetahui hal-hal yang baik dan buruk. 4. Larangan menyebarkan rahasia suami-istri; Hubungan seksual merupakan hubungan yang sangat khusus di antara suami-istri. Karena itu, kerahasiaanya pantas dijaga. Jikakita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul "apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram". PERGAULANREMAJA SAAT INI Main Menu Kuis Film Dilihatdari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang Adapunislam senantiasa mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua dan orang yang lebih tua dari kita, menghormati dan menghargainya. Beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam bergaul dengan orang yang lebih tua adalah Menghormati mereka dengan sepenuh hati dan senantiasa mengikuti nasihat mereka dalam kebaikan AnNuur (24) : 30-31 bahwa pada dasarnya memandang lawan jenis yang bukan mahram adalah dibolehkan dengan mematuhi 2 syarat : 1. tidak didasari oleh syahwat Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan dari otoritas; dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Ludwig A. Feuerbach mengajarkan bahwa agama itu feeling . Witing tresno jalaran soko kulino. Demikian peribahasa Jawa menggambarkan bahwa rasa cinta kepada lawan jenis tentu saja diawali dengan pandangan mata. Dan hal tersebut akan semakin mendalam kalau intensitas bertemu kian tinggi. Karenanya, Islam memberikan panduan bagaimana beradu pandang dan berinteraksi dengan jenis kelamin berbeda yang bukan mahram. Di tengah maraknya aksi-aksi pelecehan seksual dan pergaulan bebas, pembahasan tentang batasan aurat, etika bergaul dan ketentuan menjaga pandangan antara laki-laki dan perempuan kiranya perlu ditekankan. Sebab, tak sedikit tindak kejahatan yang dipicu oleh miminnya pengetahuan tentang etika pergaulan, kecerobohan perempuan dalam menjaga aurat, kecerobohan laki-laki dalam menjaga pandangan, dan sebagainya. Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi dalam Fathul Qarib menguraikan batasan aurat laki-laki dan perempuan, sekaligus ketentuan dalam menjaga pandangan di antara keduanya. Menurutnya, pandangan laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya tidak terlepas dari tujuh keadaan. Tujuh keadaan tersebut memiliki batasan aurat dan ketentuan hukum masing-masing. Lihat Fathul Qarib, halaman 43. Tujuh keadaan tersebut terdiri atas enam hal, di antaranya relevan untuk diuraikan di sini. Pertama, pemandangan laki-laki kepada perempuan bukan mahram tanpa ada kebutuhan. Dijelaskan dalam Hasyiyatul Baijuri, maksudnya adalah laki-laki dewasa, tua renta, remaja, dan anak usia pubertas kepada perempuan dewasa, gadis remaja, atau anak-anak perempuan yang sudah diinginkan. Hukumnya tidak diperbolehkan meski tidak disertai syahwat dan terhindar dari fitnah. Jika disertai syahwat, maka ia termasuk kepada zina mata, berdasarkan hadits riwayat Ahmad Setiap mata pasti berzina. Dijelaskan Al-Munawi, maksud mata yang berzina dalam hadits tersebut adalah mata yang dipergunakan untuk melihat perempuan yang bukan mahram dan disertai syahwat. Demikian yang diungkap Syekh Muhammad ibn Qasim al-Ghazzi ونظر الرجل إلى المرأة على سبعة أضرب أحدها نظره ولو كان شيخا هرما عاجزا عن الوطء إلى أجنبية لغير حاجة إلى نظرها فغير جائز؛ فإن كان النظر لحاجة كشهادة عليها جاز. Artinya Pandangan laki-laki kepada perempuan terbagi menjadi tujuh bentuk keadaan. Pertama, pandangan laki-laki, walaupun dia sudah tua, pikun, dan tidak mampu bersenggama kepada perempuan yang bukan mahram, maka hukumnya tidak boleh. Namun, jika pandangan karena suatu kebutuhan seperti mencari bukti darinya maka hukumnya boleh. Lihat Syekh Ibrahim, Hasyiyatul Baijuri, jilid II, halaman 96. Sedangkan pandangan laki-laki kepada anak perempuan yang belum diinginkan hukumnya diperbolehkan. Meski demikian, bagian kemaluannya tetap tidak boleh dilihat, begitu pula kemaluan anak laki-laki, kecuali bagi ibu yang menyusui dan mengasuhnya. Selanjutnya, pandangan laki-laki kepada perempuan tua tetap diharamkan meski sudah tidak diinginkan, begitu pula berkhalwat atau berduaan dengannya. Adapun pandangan laki-laki kepada laki-laki atau perempuan kepada perempuan tak banyak disinggung para ulama. Sebab, masing-masing boleh saling melihat selama tidak disertai syahwat kecuali bagian antara pusar dan lutut. Sedangkan bagian antara pusar dan lutut tetap diharamkan walaupun tidak disertai syahwat. Ini artinya, bila disertai syahwat, jangankan kepada perempuan, sesama jenis, atau hewan, hatta kepada benda mati sekalipun, seperti patung, lukisan, tayangan, tumbuhan, atau tiang rumah, juga tidak diperbolehkan. Ketentuan ini dijelaskan para ulama, bukan mempersulit manusia, melainkan semata menutup rapat pintu kemudlaratan. Ketidakbolehan itu berdasarkan ayat yang menyatakan Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, Hendaklah mereka menahan pandangan dan menjaga kemaluannya. Surat An-Nur ayat 30. Perintah dalam ayat di atas tidak hanya berlaku bagi laki-laki, tetapi juga bagi perempuan. Bahkan, perintah untuk perempuan disampaikan secara terpisah dalam ayat selanjutnya. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ Artinya Hendaklah mereka menahan pandangan dan menjaga kemaluannya. Surat An-Nur ayat 31. Dalil dari sunnahnya adalah apa yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap Al-Fadhl bin Abbas. Rasulullah SAW memalingkan wajah Al-Fadhl yang tengah memandang seorang perempuan Al-Khats’amiyyah yang berparas cantik, sebagaimana yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Sunan-nya. Rasulullah melakukan itu semata menjauhkan fitnah dan godaan setan di antara keduanya. Lihat Imam Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir, jilid IX, halaman 35. Kedua, saling memandang antara suami dan istri. Masing-masing boleh memandang seluruh bagian tubuh, termasuk bagian kemaluan. Hanya saja, menurut pendapat paling sahih, meski diperbolehkan, melihat kemaluan dibolehkan disertai makruh, begitu pula setelah meninggal. Selama tanpa syahwat, bagian antara pusar dan lutut pun diperbolehkan. Ini menurut pendapat yang mutamad. Ketiga, pandangan laki-laki kepada perempuan mahram, baik mahram karena nasab, persusuan, maupun karena pernikahan. Hukumnya dibolehkan melihat seluruh badan kecuali bagian antara pusar dan lutut selama tidak disertai syahwat. Sementara bila disertai syahwat, hukumnya haram meskipun selain bagian antara pusar dan lutut. Hal ini berlaku juga bagi perempuan kepada mahramnya. Keempat, pandangan laki-laki kepada perempuan yang akan dinikahinya. Hukumnya diperbolehkan meskipun tidak diizinkan oleh si perempuan atau walinya, dan melihatnya disertai dengan syahwat dan takut fitnah. Dalam hal ini, izinnya cukup dari agama untuk melihat wajah asli calon istrinya. Hanya saja bagian yang boleh dilihat hanya bagian wajah dan kedua telapak tangan termasuk luar dan dalam meski melihatnya dilakukan berulang-ulang jika memang dibutuhkan. Sementara, bila satu kali saja dianggap cukup, maka mengulanginya tidak diperbolehkan. Kelima, pandangan laki-laki kepada perempuan untuk kepentingan pengobatan. Dengan demikian, seorang dokter diperbolehkan melihat bagian tubuh pasien perempuan yang akan diobati, termasuk bagian kemaluannya. Namun, dengan catatan, pengobatan dilakukan di hadapan suami, mahram, atau perempuan terpercaya. Tentunya pemeriksaan oleh dokter laki-laki dilakukan setelah dokter perempuan tidak ada. Pengobatan seorang muslimah disyaratkan pula sedapat mungkin mendahulukan dokter laki-laki muslim daripada dokter laki-laki non-muslim. Begitu pula dokter perempuan non-muslim didahulukan daripada dokter laki-laki muslim. Hal serupa juga berlaku bagi dokter perempuan kepada pasien laki-laki. قوله والخامس النظر للمداواة؛ فيجوز نظر الطبيب من الأجنبية إلى المواضع التي يحتاج إليها في المُداواة حتى مداواة الفرج. ويكون ذلك بحضور محرم أو زوج أو سيد، وأن لا تكون هناك امرأة تُعالجها Artinya Kelima melihat untuk mengobati. Hukumnya boleh dokter laki-laki melihat perempuan bukan mahram kepada bagian-bagian yang perlu diobati, hingga mengobati kemaluannya. Dengan catatan, pengobatan itu dilakukan di hadapan mahram, suami, atau tuan pemilik. Dan di sana tidak ada perempuan yang bisa mengobati. Lihat Syekh Ibrahim, Hasyiyatul Baijuri, jilid II, halaman 96. Keenam, pandangan laki-laki terhadap perempuan dalam bermuamalah atau mencari bukti perkara. Pada saat muamalah, seperti jual beli, sewa-menyewa, laki-laki boleh melihat perempuan, tetapi hanya kepada wajahnya, sebagaimana disebutkan Al-Mawardi. Adapun pada saat memberi kesaksian, seorang laki-laki boleh melihat apa saja yang dibutuhkan, termasuk bagian kemaluan. Contohnya saat membuktikan bahwa si perempuan telah berzina, korban rudal paksa, atau persalinan. Termasuk ke dalam muamalah adalah mengajar. Guru laki-laki dibolehkan melihat murid perempuan selama aman dari fitnah. Ini pendapat yang mutamad atau dipedomani, kendati Imam Subki cenderung mengkhususkan kebolehan itu pada sesuatu yang wajib dan fardlu ain dipelajarinya, seperti belajar surat al-Fatihah atau praktik ibadah wajib lainnya yang sulit dipelajari di balik hijab. Demikian enam keadaan pandangan laki-laki kepada perempuan, berikut batasan aurat dan ketentuannya. Semoga ini bermanfaat dan menjadi acuan dalam berinteraksi kita sehari-hari. Wallahu a’lam. Ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya umat Islam bermain dan dengarkan musik Oleh Syahrudin el-Fikri, Nidya Zuraya Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya umat bermain musik dan mendengarkannya. Banyak orang meyakini bahwa musik bisa membangun kesadaran masyarakat atas kondisi sosial yang terjadi di sekitarnya. Lalu, bagaimanakah Islam memandang musik itu sendiri dalam kaitannya dengan pembangunan sosial dan budaya suatu masyarakat. Dalam Islam, ada dua pandangan terhadap musik. Ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Perbedaan ini muncul lantaran Alquran tak membolehkan dan melarangnya. Namun demikian, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang boleh atau tidaknya bermain musik, termasuk mendengarkannya. Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar menyatakan, para ulama berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik. Menurut jumhur ulama, hukumnya haram. Sedangkan, Mazhab Ahl al-Madinah, Azh-Zhahiriyah, dan jamaah Sufiyah memperbolehkannya. Abu Mansyur al-Baghdadi dari Mazhab Syafi’i menyatakan, Abdullah bin Ja’far berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak menjadi masalah. Bahkan, dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan budak wanita jawari dengan alat musik, seperti rebab. Persitiwa ini terjadi di masa Khalifah Ali bin Abi Thalib RA. Abdurrahman al-Jaziri dalam kitabnya Al-Fiqh Ala Mazhahib al-Arba’ah menyatakan, Al-Ghazali berkata, ”Nas-nas syarak telah menunjukkan bahwa menyanyi, menari, dan memukul rebana sambil bermain perisai dan senjata dalam perang pada hari raya adalah mubah. Sebab, hari seperti itu adalah hari bergembira.” Mengutip perkataan Imam Syafi’i yang mengatakan, sepanjang pengetahuannya, tidak ada seorang pun dari ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian atau suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang dilarang oleh syarak. Ulama Mazhab Hambali menyatakan, tidak halal menggunakan alat musik, seperti seruling, gambus, dan gendang, baik dalam acara seperti pesta pernikahan maupun acara lainnya. Menurut pendapat ini, walaupun acara walimahan, apabila di dalamnya ada alat musik, seseorang tidak wajib untuk memenuhi undangan tersebut. Para ulama Hanafiyah menyatakan, nyanyian yang diharamkan adalah nyanyian yang mengandung kata-kata tidak baik, tidak sopan, porno, dan sejenisnya. Sedangkan, yang dibolehkan adalah yang memuji keindahan bunga, air terjun, gunung, pemandangan alam, dan memuji kebesaran Allah SWT. Ulama terkemuka Dr Yusuf al-Qardawi dalam bukunya, Al-Halaal wal Haraam fil Islam, memperbolehkan musik dengan sejumlah syarat. Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani melarang umat Islam untuk bermusik. Ia mendasarkannya pada salah satu hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari. ”Akan ada dari umatku sebagai kaum yang menghalalkan zina, memakai sutra, minuman keras, dan alat-alat musik.” Musik Sebagai Pemersatu Sebenarnya, sejumlah ritual keagamaan yang dijalankan umat Islam mengandung musikalitas. Salah satu contohnya adalah alunan azan. Selain itu, ilmu membaca Alquran atau ilmu qiraah juga mengandung musik. Secara umum, umat Islam memperbolehkan musik. Bahkan, di era kejayaannya, umat Islam mampu mencapai kemajuan dalam bidang seni musik. Beberapa ulama di Tanah Air menilai, musik memiliki peranan baik jika ditinjau dari segi kehidupan sosial masyarakat ataupun kehidupan beragama. Dalam pandangan Prof KH Didin Hafidhudin, kesenian–termasuk seni musik–merupakan kebutuhan yang sesuai dengan fitrah manusia. ”Islam itu adalah agama yang menghargai fitrah manusia. Karena itu, sah untuk dikembangkan.” Melalui musik, menurut Didin, manusia dari berbagai tempat serta dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda bisa dipertemukan. Selain itu, melalui musik, kepekaan sosial dan rasa tanggung jawab yang dimiliki seseorang bisa diasah. ”Orang saling mengenal satu sama lain, di samping juga semakin mengenal siapa dirinya,” ujar KH Didin. Dalam konteks ajaran Islam, lanjut Didin, sebuah karya musik haruslah bertujuan untuk mendekatkan diri seorang manusia kepada sang pencipta, Allah SWT. Namun, yang terjadi sekarang, sambungnya, banyak karya musik yang dihasilkan hanya mengusung tema pemujaan kepada lawan jenis dan kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Ia menilai, paradigma musik saat ini dekat dengan hal yang bersifat hura-hura dan urakan. Dan, itu semua, menurutnya, sudah melekat pada diri para musisi dalam negeri. ”Padahal, ide-ide gagasan tersebut ditularkan kepada masyarakat pendengar. Karena itu, tidak jarang karya musik itu justru menimbulkan kematian dan anarki,” paparnya. Karya musik, ungkap KH Mahmud Ali Zain, selain menjadi sebuah budaya, juga menjadi alat penghibur dan alat untuk berkomunikasi. Karena itu, kata dia, kedudukan musik berbeda-beda. ”Ada yang menyatakan itu barang yang mubah, tetapi ada juga yang memandangnya sebagai sebuah barang yang diharamkan tidak boleh.” Namun, dalam pandangan Islam, menurut Mahmud, sebuah karya musik paling tidak harus memenuhi dua persyaratan, yakni memiliki unsur religi dari sisi lagu dan religi dari sisi pihak yang mengusung lagu tersebut. Dari sisi lagu, harus mengarah kepada pujian kepada Allah SWT. Sementara itu, orang yang membawakan lagu tersebut harus mengenakan pakaian yang sopan dan tidak membuka aurat. ”Karena, dalam kacamata Islam, sebuah karya musik jangan sampai menarik pendengarnya kepada kemaksiatan dan perbuatan dosa. Tetapi, harus bisa menyebabkan orang bertambah takwa, seperti musik yang diusung oleh grup musik Bimbo, Snada, dan lainnya,” urainya. Musik Sebagai Alat Terapi dan Pengobatan Seni musik yang berkembang begitu pesat di era kejayaan Islam tak hanya sekadar mengandung unsur hiburan. Para musisi Islam legendaris, seperti Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi 801–873 M dan al-Farabi 872-950 M, telah menjadikan musik sebagai alat pengobatan atau terapi. R Saoud dalam tulisannya bertajuk The Arab Contribution to the Music of the Western World menyebutkan bahwa al-Kindi sebagai psikolog Muslim pertama yang mempraktikkan terapi musik. Menurut Saoud, pada abad ke-9 M, al-Kindi sudah menemukan adanya nilai-nilai pengobatan pada musik. ”Dengan terapi musik, al-Kindi mencoba menyembuhkan seorang anak yang mengalami quadriplegic atau lumpuh total,” papar Saoud. Terapi musik juga dikembangkan ilmuwan Muslim lainnya, yakni al-Farabi 872-950 M. Al-Farabi menjelaskan terapi musik dalam risalah yang berjudul Meanings of Intellect. Amber Haque 2004 dalam tulisannya bertajuk Psychology from Islamic Perspective Contributions of Early Muslim Scholars and Challenges to Contemporary Muslim Psychologists, Journal of Religion and Health mengungkapkan, dalam manuskripnya itu, al-Farabi telah membahas efek-efek musik terhadap jiwa. Terapi musik berkembang semakin pesat di dunia Islam pada era Kekhalifahan Turki Usmani. Prof Nil Sari, sejarawan kedokteran Islam dari Fakultas Kedokteran University Cerrahpasa Istanbul, mengungkapkan perkembangan terapi musik di masa kejayaan Turki Usmani. Menurutnya, gagasan dan pemikiran yang dicetuskan ilmuwan Muslim, seperti al-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina, tentang musik sebagai alat terapi dikembangkan para ilmuwan di zaman kejayaan Turki Usmani. Mereka adalah Gevrekzade wafat 1801, Suuri wafat 1693, Ali Ufki 1610-1675, Kantemiroglu 1673-1723, serta Hasim Bey abad ke-19 M. Nil Sari mengatakan, para ilmuwan dari Turki Usmani itu sangat tertarik untuk mengembangkan efek musik pada pikiran dan badan manusia. Tak heran jika Abbas Vesim wafat 1759/60 dan Gevrekzade telah mengusulkan agar musik dimasukkan dalam pendidikan kedokteran. Keduanya berpendapat, seorang dokter yang baik harus melalui latihan musik. Usulan Vesim dan Gevrekzade itu diterapkan di universitas-universitas hingga akhir abad pertengahan. Sekolah kedokteran pada saat itu mengajarkan musik serta aritmatika, geometrik, dan astronomi kepada para mahasiswanya. Masyarakat Turki pra-Islam, ungkapnya, meyakini bahwa kosmos diciptakan oleh Sang Pencipta dengan kata ku’ atau kok’ suara. Mereka meyakini bahwa awal terbentuknya kosmos berasal dari suara. Menurut kepercayaan Islam, seperti yang tertulis dalam Alquran, Allah SWT adalah pencipta langit dan bumi. ”Dan, bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, cukuplah Dia hanya mengatakan kepadanya, Jadilah.’ Lalu, jadilah ia.” QS Albaqarah 117. Setelah Islam berkembang di Turki, masyarakat negeri itu masih tetap meyakini kekuatan suara. Inilah yang membuat peradaban Islam di era Turki Usmani menyakini bahwa musik dapat menjadi sebuah alat terapi yang dapat menyeimbangkan antara badan, pikiran, dan emosi–sehingga terbentuk sebuah harmoni pada diri seseorang. Karena itu, para ahli terapi musik di zaman Ottoman meyakini bahwa pasien yang menderita penyakit tertentu atau emosi seseorang dengan temperamen tertentu dapat dipengaruhi oleh ragam musik tertentu. ”Para ahli musik di era Turki Usmani menyatakan, makam tipe melodi tertentu memiliki kegunaan pengobatan tertentu juga,” paparnya. Ada sekitar 80 ragam tipe melodi yang berkembang di masyarakat Turki Usmani. Sebanyak 12 di antaranya bisa digunakan sebagai alat terapi. Menurut Nil Sari, dari teks-teks tua dapat disimpulkan bahwa jenis musik tertentu dapat mengobati penyakit tertentu atau perasaan tertentu. Pada era kejayaan Kesultanan Turki Usmani, terapi musik biasanya digunakan untuk beberapa tujuan, seperti pengobatan kesehatan mental, perawatan penyakit organik, atau perbaikan harmoni seseorang, yakni menyeimbangkan kesehatan antara badan, pikiran, dan emosi. Musik juga diyakini mampu menyebabkan seseorang tertidur, sedih, bahagia, dan bisa pula memacu inteligensia. Nil Sari mengungkapkan, para ilmuwan di era Turki Usmani meyakini bahwa musik memiliki kekuatan dalam proses alam. Musik dapat berfungsi meningkatkan mood dan emosi secara keseluruhan. Bahkan, para ilmuwan di era Ottoman sudah mampu menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat mengobati demam. Sedangkan, jenis musik zengule dan irak untuk mengobati meningitis. Sementara itu, masyarakat Barat baru mengenal terapi musik pada abad ke-17 M. Adalah Robert Burton lewat karya klasiknya berjudul The Anatomy of Melancholy yang mengembangkan terapi musik di Barat. Menurut Burton, musik dan menari dapat menyembuhkan sakit jiwa, khususnya melankolia. Malah, masyarakat Amerika Serikat AS baru mengenal terapi musik sekitar 1944. Pada saat itu, Michigan State University membuka program sarjana terapi musik. Sejak 1998, di Amerika telah berdiri The American Music Therapy Association AMTA. Organisasi ini merupakan gabungan dari National Association for Music Therapy NAMT yang berdiri tahun 1950 dan The American Association for Music Therapy AAMT yang berdiri tahun 1971. Kasidah Gambus dan Rebana Unsur budaya Indonesia yang banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Arab adalah seni, terutama seni tari dan seni musik tradisional. Tidak sulit untuk mengetahui jenis-jenis musik apa saja di yang dipengaruhi oleh musik Arab. Melalui teknologi informasi atau museum, kita dapat mengenali persamaan bentuk musik di jazirah Arab dan di negeri ini. Gambus adalah salah satunya. Gambus berkembang pesat di beberapa kawasan Melayu, seperti Indonesia, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Hingga kini, musik ini masih banyak dimainkan meskipun secara kuantitas tidak seramai dahulu. Sejarah kehadiran musik gambus dapat ditelusuri melalui masuknya Islam di kawasan Melayu. Dra Tengku Sitta Syaritsa dalam Musik Melayu dan Perkembangannya di Sumatra Utara menyatakan, masuknya musik gambus di Sumatra melalui hubungan dagang Kerajaan Melayu Aru yang berpusat di Deli dan Kerajaan Malaka dengan pedagang-pedagang Arab. Dari sini, kontak budaya terus berkembang sehingga melahirkan bentuk-bentuk kesenian baru. Senada dengan pernyataan itu, Tengku Irham, managing director of The Malay Management, mengatakan, selain kesamaan agama antara orang Melayu dan orang Arab, karakter orang Melayu sendiri terbuka bagi budaya-budaya luar. ”Masuknya Islam melalui pantai timur Sumatra memungkinkan terjadinya kontak budaya antarbangsa, termasuk kontak budaya antara Melayu dan Arab. Pengaruh Arab dalam musik Melayu berupa alat musik dan nada lagu. Alat musiknya berupa gambus dan nada lagunya berupa cengkok Melayu yang khas padang pasir,” kata Tengku Irham. Artikel ini diposting di pada 10 Juli 2009 dan ini merupakan posting ulang. Musik, Musiqi, dalam Peradaban Islam ilustrasi © KAMMI1011 Oleh Kazuhana El Ratna Mida Ratna Hana Matsura Pergaulan adalah fitrah bagi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan interaksi sosial antara satu dengan yang lain. Mereka saling membutuhkan dan saling tolong-menolong. Mereka bergaul, berteman, berorganisasi, bersekolah, bekerja. Itulah salah satu aktivitas yang membutuhkan pergaulan. Dan saat ini yang menjadi fokus pergaulan yang diamati adalah mengenai pergaulan para remaja saat ini. Masa remaja sering disebut sebagai masa pubertas. Masa pubertas adalah masa kelenjar-kelenjar seksual seseorang mulai berfungsi dengan baik menuju kematangan. Ini mengakibatkan mulai adanya ketertarikan antara lawan jenis. Fase remaja adalah fase yang paling berat. Kenapa? Karena dalam fase ini menempatkan remaja pada sisi yang tidak menyenangkan. Mereka menganggap mereka sudah mampu menyelesaikan masalah, namun orang tua belum percaya sepenuhnya. Masa pubertas memiliki ciri-ciri sebagai periode tumpang tindih karena kedudukan remaja ini berada di antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja. Kemudian periode yang singkat berlangsung dari dua dampak empat tahun. Periode pertumbuhan dan perubahan yang sangat pesat ini meliputi perubahan penampilan dan sikap. Dan periode pada fase negatif, di mana individu mengambil sifat anti terhadap kehidupan. Sikap dan perilaku mereka kadang sulit diduga dan agak melawan norma sosial. Fase remaja juga dipandang sebagai masa pencarian jati diri. Mereka memiliki permasalahan yang kompleks yang kadang membuat mereka stress dan bigung. Perkembangan yang terjadi pada masa remaja adalah keinginan untuk diperhatikan, ingin dikasihi. Sehingga dalam keseharian mereka, ketika dalam keluarga dia tidak memperoleh perhatian yang diharapkan, maka mereka akan mencarinya dalam pergaulan dengan teman-temannya. Mereka suka menghabiskan bersama seharian. Apalagi jika mereka memiliki hobi yang sama. Masa remaja juga sebagai masa peralihan dan perubahan. Namun pergaulan remaja saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Karena pergaulan saat ini sangatlah bebas tanpa adanya aturan. Seperti kita lihat yang terjadi dewasa ini. Dunia remaja rentan mengikuti segala macam aktivitas yang sedang trend saat ini seperti a. Nge-gank Yaitu berkumpulnya seseorang dengan membentuk kelompok sendiri, dengan kriteria tertentu. Beberapa contah macam-macam gank yang ada adalah Music Hous, Boys Band, Funk, dan lain sebagainya. Di mana kita tahu bahwa gank memiliki sisi negatif antara lain pergaulan menjadi semakin terbatas, membela teman sendiri walaupun teman tersebut salah, ikut hal-hal yang negatif seperti tawuran, minum-minuman keras, kurang peduli dengan lingkungan di luar gank. Juga ada beberapa hal positifnya yaitu membuat hidup lebih kreatif, menolong teman, dan saling curhat dan menasihati teman yang salah. Meskipun juga ada sisi baik dari gank, namun kadang sisi negatif lebih mendominasi dan itu cukup riskan dan mengkhawatirkan. b. Seks Bebas Seks bebas pada zaman sekarang, biasanya berawal dari pacaran para remaja saat ini. dengan alasan bahwa masa pacaran adalah masa untuk saling mengenal, namun pacaran saat ini telah disalahgunakan untuk melakukan hal yang tidak pantas. Di era globalisasi saat ini hubungan pra nikah bukan hal yang tabu, malah menjadi hal yang wajar. Ini terjadi dikarenakan lemahnya nilai-nilai agama yang seharusnya menjadi alat kontrol para remaja. Kebebasan seks inipun juga mengakibatkan terperosoknya para remaja pada mengkonsumsi obat-obatan terlarang, terjerumus pada hingar bingar musik dan hiburan dan bacaan yang justru meliarkan mereka dalam berfntasi dan berimajinasi. Padahal kita berada di negara yang mayoritas Islam. Dan dalam Islam telah dijelaskan bagaimana adab pergaulan yang baik yang berdasarkan Firman Allah swt dalam surat An-Nur ayat 30 قُل لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ أَبْصٰرِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذَالِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اَللّٰهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. QS. An-Nur 30 Ayat tersebut diatas memerintahkan kepada kaum pria untuk menjaga pandangan mereka, memandang lawan jenis dengan wajar sehingga tidak menimbulkan nafsu syahwat. Bukan menyuruh untuk memejamkan mata ketika bertemu perempuan, tetapi memelihara diri dari hal-hal yang dapat merangsang nafsu syahwat terhadap perempuan yang dipandang itu. Perintah menundukkan pandangan dan larangan memandang lawan jenis itu juga ditunjukkan kepada wanita sebagaimana dalam surat An-Nur ayat 31 َقُل لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصٰرِ هِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ وَلاَيُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُوْلَتِهِنَّ أَوْءَابَآئِهِنَّ أَوْءَابَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ أَوْ إِخْوٰنِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمٰنُهُنَّ أَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ أُوْلِى الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلاَيَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ وَتُوبُوآ إِلَى اَللَّهِ جَمِيْعًا أَيُّهَ اَلْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ Katakanlah kepada wanita yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. QS. An-Nur 31 Sehubungan dengan masalah pandang memandang seorang sahabat yang bernama bertanya kepada Rasulullah saw. سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِيْ أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِي Aku bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam dari pandangan tiba-tiba tidak sengaja. Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku. HR. Muslim Ayat dan hadits di atas mengharuskan kita untuk selalu menjaga kesucian hubunga pria dan wanita. Mengarahkan hubungan pria dan wanita agar terhindar dari fitnah dunia. Menghindarkan mereka dari perbuatan mungkar dan keji. Namun, menurut para remaja saat ini cara seperti yang telah diterangkan diatas dianggap kolot, ketinggalan zaman, membatasi diri dari kebebasan yang ada. Akan tetapi, seharusnya kita sadar bahwa tujuan hidup kita adalah mengharap kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bukan untuk mencari kepuasan saja. Jika kita hanya menuruti kepuasan diri maka yang kita dapat adalah penyesalan yang berkepanjangan. Sudah banyak contoh yang kita lihat, karena keinginan untuk memuaskan kehendak banyak dari mereka malah meringkuk dalam penjara. Ini baru hukuman di dunia belum di akhirat kelak. Dalam islam juga dijelaskan hubungan antara pria dan wanita dilarang berduaan tanpa adanya muhrim diantara mereka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang artinya “Jangan sekali-kali bersepi-sepian seorang pria dan wanita kecuali bersama muhrimnya.” Mutafaqun alaihi. Hadist tersebut sebagai landasan untuk menetapkan etika pegaulan antara pria dan wanita yang halal menikah. Larang tersebut mempunyi tujuan yang sama terhadap perintah untuk menjaga pandangan mata, ini juga demi keselamtan muda mudi itu sendiri. Kalau saling pandang memandang dengan nafsu syahwat dilarang, maka berduaan lebih dilarang lagi, karena itu lebih mendekatkan pada perzinaan. Sebagaimana Firman Allah swt tentang larangan mendekati zina apalagi untuk melakukannya. وَلاَ تَقْرَبُوْا الزِّنٰۤى إِنَّهُ كَانَ فٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيْلاً Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. QS. Al-Israa’ 32. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka diharapkan wanita selalu bersama muhrimnya, paling tidak mereka harus disertai orang lain agar terhindar dari dosa besar dan fitnah dunia itu. Pergaulan seperti ini dianggap sinis oleh para muda-mudi remaja. Menganggap pergaulan ini ketinggalan zaman dan membatasi gerak mereka. Namun alangkah baiknya orang tua untuk mengarahkan para remaja saat ini untuk memberi pengertian bahwa norma seperti ini adalah baik untuk mereka. Agar mereka terhindar dari arus dosa yang semakin merajalela. Menjadi budak nafsu dengan arus global yang meniru pergaulan ala barat. Sedangkan pergaulan remaja saat ini biasanya dibumbui dengan pacaran. Lalu apa itu pacaran? Dan mengapa banyak dari para agama-wan melarang adanya pacaran sebagai hubungan yang dilakukan menuju gerbang pernikahan? Menurut Iip wijayanto pacaran adalah sebuah hubungan yang dibangun atas dasar komitmen, berangkat dari rasa cinta untuk memiliki memonopoli seluruh potensi yang dimiliki pasangannya. Sambil berproses menuju ke level yang lebih serius. Bisa diteruskan untuk menikah atau berakhir berpisah. Namun, dalam Islam untuk menuju pernikahan, bukanlah dengan praktek pacaran, tapi dengan ta’aruf. Dalam ta’aruf di sini kedua belah pihak antara pria dan wanita saling mengenal, untuk mengetahui karakter masing-masing. Jika ada kecocokan maka akan dilanjutkan dengan khitbah lamaran. Jika tidak, maka akan berhenti. Di sini dalam ta’aruf tidak ada ikatan seperti pengertian pacaran yang dipaparkan di atas. Islam mengajarkan bahwa pergaulan dengan lawan jenis adalah sunnatullah, karena Allah menciptakan pria dan wanita untuk saling mengenal. Namun alangkah baiknya mereka dibekali pengetahuan bagaimana cara pergaulan yang baik, sehingga dalam pergaulan itu mengantarkan pada kebaikan dan bisa bernilai ibadah. Jadi adab pergaulan yang baik dalam prespektif islam agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang tidak diingankan seperti zinaa atau maksiat lainnya. Maka perlu adanya adab yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan yaitu a. Pembatasan tempat pertemuan b. Menundukkan pandangan c. Tidak berjabatan tangan dengan yang bukan mukhrim d. Menghindari tempat yang berdesak-desakan e. Tidak berkhlawat f. Bagi perempuan janganlah berpakaian yang terlau ketat, sehingga menimbulkan rangsangan syahwat yang melihat bentuk tubuhnya. Hendaknya para wanita menutup aurat seperti yang telah disinggung dalam Al-Quran. “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS Al-Ahzab59 g. Membatasi diri ketika berbicara, artinya jangan berbicara hal-hal yang mengairahkan laki-laki, atau mengeluarkan suara yang menimbulkan birahi. Untuk itulah sangat penting bagi para orang tua untuk mengarahkan anak-anak mereka tentang adab bergaul yang baik. Masa remaja adalah masa yang paling rentan, keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru itu sangat besar, sehingga diperlukan adanya bimbingan dari orang tua untuk memgingatkan dan menjelaskan mana hal yang perlu dilakukan dan dihindari. Orang tua harus berperan aktif membimbing anak-anak mereka, membekali mereka dengan pengetahuan agama yang kuat agar terhindar dari arus globalisasi yang semakin mengikis adab yang ada di negara ini. Srobyong, 4 Februari 2015. Untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan maka agama mengajarkan ketentuan ketentuan dalam hal ini Untuk menghindari hal hal yang buruk atau tidak di inginkan makan agama mengajarkan kita, untuk ketentuan ² iniMaaf kalau salah ini aku jg ada soal yang sama makanya aku jawab Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free RELEVANSI PENEGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG ETIKA, AGAMA DAN BERJABAT TANGAN DENGAN LAWAN JENIS DALAM TINJAUAN ISLAM Nurin Fitriana Mahasiswa IAIN Madura Fakultas Syari’ah Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir/Mahbuby777Gamail. Com Abstrak Pendidikan merupakan sarana dan juga usaha untuk mengubah perilaku manusia peserta didik menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi tidak hanya memberikan pengajaran saja kepada peserta didik tetapi juga harus mencakup pembentukan sikap dan kepribadian, yang mana hal ini penting dalam menghadapi krisis moral bangsa Indonesia. Untuk itulah pendidikan mempunyai tanggung jawab yang tidak ringan untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk membangun negara. Pembangunan selalu berkaitan erat dengan perkembangan jaman serta selalu memunculkan persoalan baru yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya namun harus tetap disikapi dengan bijak dan elegan. Penyertaan etika dan nilai budaya adalah suatu upaya dalam rangka membantu manusia untuk menanamkan nilai-nilai moral atau etika yang baik dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan membentuk individu yang memahami nilai-nilai moral, bermartabat dan berbudi pekerti serta memiliki komitmen untuk bertindak secara konsisten. Kata kunci Etika, agama, berjabat tangan, Hadis Abstract Education is a means and also effort to change human behavior learners tobe better. This is because in the world of education, especially higher education notonly provide teaching to learners but also include the formation of attitudes andpersonality, which is important in the face of the moral crisis of the Indonesiannation. That’s why education has a responsibility that is not light to prepare Humanresources to build the country. Development is always closely related to thedevelopment of the era and always raises a new problem that was never thoughtbefore but still be addressed wisely and elegantly. The inclusion of ethics andcultural values is an effort in order to help human beings to instill good moral or ethical values in everyday life so as to form individuals who understand moralvalues, dignity and character and have a commitment to act consistently. Key Words Ethics, Religion, Shake Hand, HadithA. PENDAHULUAN Arus rasionalisasi demikian cepat melanda dunia Islam abad modern telah membawa pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu-ilmu keislaman. Sejalan dengan berkembangnya kajian-kajian rasional keislaman, kajian tentang pemikiran etika pun terangkat ke permukaan. Bahkan menjadi topik kajian menarik dalam konteks kekinian dan kemodernan, karena etika merupakan salah satu persoalan esensial dalam kajian keagamaan. Begitupun sebagian para ilmuan pada masa lalu berpandangan bahwa keberadaan agama secara perlahan akan ditelan oleh perkembangan zaman. Moderenisasi pembangunan yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi dalam berbagaidimensi dengan sendirinya mendorong rakyat untuk turut berkecimpung dan berperan serta dalam proses pembangunan tersebut suatu proses dimana rakyat dalam kulturnya sendiri menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan-kebutuhan dimana mereka hidup. Masayarakat modern adalah struktur kehidupan masyarakat yang dinamis dan kreatif melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Pandangan tersebut bertolak dari pemikiran bahwa perkembangan modernisasi dan sekularisasi menuntut sebuah peradaban yang mendasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah dan rasional, sedangkan perkembangan agama lebih mendasarkan pada keyakinan yang bersifat spekulatif dan tidak dalam kenyataan hingga saat ini pandangan tersebut tidak terbukti, paling kurang hingga saat ini. Tidak ada tanda-tanda yang meyakinkan bahwa agama akan ditinggalkan oleh para penganutnya. Hingga sekarang, sebagaimana yang kita saksikan, agama tetap berkembang di berbagai negara dan justru berperan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Etika dan agama merupakan dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Meskipun manusia dilahirkan terpisah dari individu lain. Namun ia tidak dapat hidup sendiri terlepas dari yang lain, melainkan selalu hidup bersama dalam kelompok atau masyarakat yang oleh para filosof diartikan sebagai al-InsanuMadaniyyun bi ath-Thab’i zoon politicon. Di dalam masyarakatlah manusia mengembangkan hidupnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan membangun peradaban. Hai ini menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain manusia saling memerlukan satu sama lain, apapun status dan keadaannya. Sebagai makhluk sosial, tentunya manusia selalu hidup bersama dalam interaksi dan interdepedensi dengan sesamanya. Untuk menjamin keberlangsungan kehidupan bersama tersebut, di dalam masyarakat terdapat aturan, norma atau kaidah sosial sebagai sarana untuk mengatur roda pergaulan antar warga masyarakat. Dalam rangka mengembangkan sifat sosialnya tersebut, manusia selalu menghadapi masalah-masalah sosial yang berkaitan dekat dengan nilai-nilai. Itulah sebabnya, selain ada agama, hukum, politik, adat istiadat, juga ada akhlak, moral dan etika. B. ISI 1. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Kata pendidikan merupakan bentuk nomina dari kata dasar didik’ yang mendapat awalan pe’ dan akhiran an’. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik Kosim, 2013. Pendidikan memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan. Makna penting ini telah menjadi kesepakatan yang luas dari setiap elemen masyarakat, rasanya tidak ada yang mengingkari, apalagi menolak terhadap arti penting dan signifikan pendidikan terhadap individu ataupun terhadap masyarakat dalam menghadapi berbagai perubahan. Pendidikan akan senantiasa berdialog dengan berbagi persoalan yang dihadapi masyarakat menuju suatu dinamika sosial yang sesuai dengan tuntunan masyarakat. Demikian pula pendidikan Islam yang dalam gerak sejarahnya sealalu mengarah pada progresivitas dan transformativitas kehidupan manusia, sehingga ekstensinya pun mesti pula memuat segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, tidak hanya berdimensi pragmatis tetapi juga idealis, tidak hanya bercorak profan tetapi juga sakral dan tidak hanya sarat dengan muatan pengetahuan tetapi juga moral. Esensi pendidikan Islam diselenggarakan sebagai pengupayaan ke arah perubahan perilaku-perilaku yang lebih baik, dan meniscayakan adanya perubahan-perubahan sebagaimana yang diinginkan, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah di gariskan oleh suatu lembaga pendidikan. Perubahan yang di maksud dapat bernuansa progresivitas humanitas, baik konteks hubungan dirinya dengan masyarakat, alam maupun Tuhan-Nya Siswanto, 2012. Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Menurut catatan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dengan damai, berbeda dengan daerah-daerah lain, kedatangan Islam dilalui lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya Haidar, 2004. Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga fase, diantaranya yaitu ➢ Fase pertama sejak mulai tumbuhnya pendidikan Islam sejak awal masuknya Islam ke Indooseia sampai munculnya zaman pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. ➢ Fase Kedua sejak masuknya ide-ide pembaruan pendidikan Islam di Indonesia sampai zaman kemerdekaan. ➢ Fase Ketiga sejak zaman kemerdekaaan sampai sekarang, yakni sejak diundangkannya undang-undang tentang sistem pendidikan nasional. Suatu lembaga pendidikandengan sengaja didirikan untuk membimbing dan mengembangkan potensi anggotanya agar berkembang positif dan optimal. Sebagian dari lembaga pendidikan yaitu 1. Keluarga Dalam kamus besar bahas indonesia 2008, keluarga dimaknai sebagai ibu bapak dengan anak-anaknya;seisi rumah dan anak bini. Jadi keluarga adalah satuan terkecil kelompok orang dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan istri dan anak-anak mereka. Keluarga juga bisa berkembang anggotanya ketika dalam suatu tangga keluarga ditambah kerabat atau saudara lainnya, seperti bapak dan ibu atau saudara-saudara dari suami atau saudar dari istri Marzuki, 2015. Keluarga adalah satu-satunya sistem sosial yang diterima oleh semua masyarakat, baik yang agamis mmaupun yang non-Agamis. Keluarga juga bertanggung jawab untuk mempersiapkan anak untuk siap berbsaur dengan masyarakat. Peran keluarga yang lain adalah mengajarkan kepada anak tentang peradaban dan berbagai hal yang ada didalamnya, seperti nilai-nilai sosial, tradisi, prinsip, keterampilan dan pola perilaku bdalam segala aspeknya. Dalam hal ini, keluarga harus benar-benar berperan sebagai sarana pendidik dan pemberi nilai-nilai budaya yang mendasar dalam kehidupan anak. Sebagai lingkungan yang sangat dekat dengan kehidupan anak, keluarga memiliki peran strategis dalam pembinaan karakter anak. Ikatan emosional yang kuat antara orang tua dan anak menjadi modal yang sangat signifikan untuk pembinaan karakter dalam keluarga. Inilah keunggulan pendidikan karakter dalam keluarga jika dibandingkan dengan pendidikan karakter di sekolah. Nilai-nilai karakter seperti kejujuran, kasih sayang, kedisiplinan, kesabaran, ketaatan, tanggung jawab dan hormat kepada orang lain Marzuki, 2015. Keharmonisan keluarga menjadi kunci suksesnya pendidikan karakter pada anak. Keluarga yang harmonis menjadi lingkungan yang sangat kondusif bagi anak dalam tumbuhnya fisik dan mental, sikap serta perilaku sehari-hari. Ank-anak nakal yang melakukan tindakan kriminal dimasyarakat juga banyak disebabkan oleh keluarga mereka yang tidak harmonis. Kenakalanitu mjncul karena tidak ada figur teladan di keluarga yang menjadi panutan bagi anak dalam befsifat dan berperilaku. Menurut Ibnu Qayyim, tanggung jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam pendidikannya, berada di pundak orang tua dan pendidik, apalagi jika anak tersebut masih berada pada awal masa pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhannya anak kecil sangat butuh pembimbing yang selalu mngarahkan akhlak dan perilakunya karena anak masih belum bisa menata akhlaknya sendiri Al-Hijazy, 2001. 2. Sekolah Poerwadarminto dalam kamus umum bahasa Indonesia menerangkan arti sekolah a Bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar. b Waktu atau pertemuan ketika murid-murid diberi pelajaran. c Usaha menuntut kepandaian ilmu pengetahuan Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1990796. Dalam buku-buku mengenai teori pendidikan dijelaskan bahwa sekolah merupakan salah satu dari tripusat pendidikan disamping rumah tangga dan masyarakat. Walaupun ketiganya dikelompokkan kepada lingkungan atau meliputi pendidikan, namun dari segi-segi teknis pelaksanaan pendidikan terdapat perbedaan antara satu dengan yang lainnya Haidar, 2004. Sekolah pada hakikatnya adalah bertujuan untuk membantu orang tua mengajarkan kebiasaan-kebiasaan baik dan menambahkan budi pekerti yang baik, juga diberikan pendidikan untuk kehidupan didalam masyarakat yang sukar dapat diberikan oleh rumah. Dengan demikian, sebenarnya pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu, kehidupan disekolah merupakan jembatan bagi anak menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat. 3. Pondok pesantren Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agana Islam. Pondok pesantren merupkan model lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung keberlangsungan sistem pendidikan nasiaonal, dan memiliki akar tradisi sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia. Secara historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga makna keaslian Indonesiaindigenous. Sebagai lembaga yang indigenous,pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologis yang memiliki keterkaitan erat dengan komunitas lingkungannya Siswanto, 2015. Dari beberapa potensi pembangunan yang perlu diperhatikan adalah kondisi lingkungan sebagai tempat interaksinya manusia dengan makhluk hidup lainnya maupun makhluk yang tak hidup. Merosotnya kualitas lingkungan, menipisnya persediaan sumber daya alam dan timbulnya berbagai masalah lingkungan dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang lingkungan yang dimiliki oleh manusia sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam rangka mengatasi permasakahan lingkungan demi terwujudnya konsep pembangunan berkelanjutan, maka pemerintah pada saat ini memandang perlunya adanya wadah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang lingkungan melalui peran serta tenaga penyuluh, dan juga diperlukan adanya pondok pesantren untuk memajukan generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa depan. Siswanto, 2012 Identifikasi asal usul pesantren yang dihubungkan dengan tradisi pendidikan keagamaan Hindu dan Budha memiliki pembenaran dari unsur-unsur pembentuk kultur pendidikan pesantren itu sendiri. Model tradisional pesantren memang menunjukkan cirri khas sebagai pusat pendidikan ilmu-ilmu keagamaan dimana terdapat di dalamnya paling sedikit lima unsure utama, yaitu a. Pondok asrama Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang berate hotel, penginapan. Istilah pondok juga di artikan sebagai asrama, dengan demikian pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal. Sebuah pesantren mesti memiliki asrama tempat tinggal santri dan kyai. Di tempat tersebut selalu terjadi komunikasi antara santri dan kyai Haidar, 2012. Ada beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam suatu pesantren, yaitu pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada kyai yang sudah termasyhur keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan untuk menampungsantri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada sikap timbale balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap kyai adalah seolah-olah orang tuannya sendiri Dhofier, 1984. Disamping alasan tersebut, kedudukan pondok sebagai salah satu unusur pokok pesantren besar sekali manfaatnya. Dengan adanya pondok, maka suasana belajar santri baik yang bersifat intra kurikuler, ekstra kurikuler, kokurikuler maupun hidden kurikuler dapat dilaksanakan secara efektif Haidar, 2001. b. Masjid Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari system pendidikan Islam tradisional. Sejak zaman Nabi saw, masjid telah menajdi pusat pendidikan Islam. Dimana pun kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas administrasi dan cultural Siswanto, 2012. Lembaga-lembaga pesantren di jawa memelhara terus tradisi ini, para kyai selalu mengajar santrinya di masjid dan menganggapnya sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan sikap di siplin para santri dalam mengejarkan kewajiaban-kewajiban. Suatu pesantren mutlak pasti memiliki masjif, sebab disitulah akan dilaksanakan proses pendidikan dalam bebtuk komunikasi belajar mengajar antara kyai dan santri. c. Pengajaran Kitab-kitab klasik Kitab;kitab Islam klasik yang telah populer dengna sebutan kitab kuning, ditulis oleh ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan. Kitab kuning sebagai salah satu unsur mutlak dari proses belajar mengajar dalam komunitas pesantren sangat penting dalam membentuk kecerdasan intelektual dan moralitas pada diri santri. Kajian kitab klasik tersebut pada gilirannya telah menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk paham dan nilai tertentu. Pengajian kitab klasik yang dikembangkan dan menjadi karakteristik khusus muatan kurikulum pondok pesantren didominasi oleh masalah yang besifat normatif , ritualistic dan eskatologis dengan kajian yang terbatas pada bidang Tafsir Hadis, teologi, tashawwufetika dan ilmu instrument lainnya seperti, morfologishorrof, sintaksis Nahw, balaghah, dan leksikografi mu’jam. Sebagai elemen dasar pengajaran di pesantren, literature universal tersebut di pelihara dan diajarkan dari generasi ke generasi sealama berabad-abad, secara langsung berkaitan dengan konsep kepemimpinan kyai yang unik. Kitab-kitab klasik tersebut bisa dilihat dari sudut pandang masa kini menjamin keberlangsungan “tradisi yang benar” dalam rangka melestarikan ilmu pengetahuan agama sebagaimana yang ditinggalkan kepada masyarakat Islam oleh para imam besar masa lalu Siswanto, 2012. d. Santri Santri adalah siswa yang belajar di pesantren. Santri ini bisa dapat digolongkan ke dalam dua bagian 1. Santri mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang ke rumahnya, mak dia mondok tinggal di pesantren. Sebagai santri mukim mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. 2. Santri kolong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang yang memungkinkan mereka pulang ke tempat kediaman masing-masing. Santri kolong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antar rumahnya dan pesantren Haidar, 2004. Pada pesantren yang tergolong tradisional, lamanya santri bermukim bukan ditentukan oleh ukuran tahun atau kelas, melainkan di ukur dari kitab yang di baca. e. Kyai Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pesantren, maju mundurnya suatu pesantren ditentukan oleh wibawa dan karisma sang kyai. Menurut asal usulnya, perkataan kyai dalam bahasa jawa di pakai untuk tiga jenis gejala yang saling berbeda, yaitu 1. sebagai suatu gelar kehormatan bagi barang-barang yang di anggap keramat, umpamanya”kiai garuda kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta. 2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. 3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya Haidar, 2012. Kebanyakan kyai di jawa beranggapan bahwa suatu pesantren dapat diibaratkan sebagai kerajaan kecil, dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan power and authordalam kehidupan pesantren. Tidak satupun seorang santri atau orang lain yang dapat melawan kekuasaannya kecuali kyai lain yang lebih besar pengaruhnya Manfred, 1986. Kelima unsur ini merupakan struktur dasar kelembagaan seluruh pesantren tradisional yang ada di Indonesia. Pesantren tradisional disini di pahami dalam konteks aktivitas pendidikannya semata-mata difokuskan pada Tafaqquh fi al-din,yaitu pendalaman pengalaman, perluasan pengetahuan dan penguasaan khazanah ajaran agama Islam. Sementar itu dalam tinjauan Abdurrahman Wahid, unsure-unsur pesantren tersebut berfungsi sebagai sarana pendidikan dalam membentuk perialku sosial budaya santri Siswanto, 2012. 4. Masyarakat Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, masyarakat dapat diartikan dengan sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah dengan ikatan aturan tertentu Marzuki, 2015. Secara kodrati, anak lahir disamping sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial anak tidak bisa dilepaslkan dari masyarakat. Semakin besar anak tumbuh dan berkembang, semakin luas pula berkomunikasi dengan orang lain Atiqullah, 2001. Pendidikan karakter tidak saja menjadi tanggung jawab sekolah dan keluarga, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat. Pendidikan karakter yang di bina keluarga dan sekolah jika tidak di topang oleh lingkungan masyarakat yang kondusif akan sulit tercapai dengan baik. Masyarakat juga harus mendukung semua program dan proses pendidikan karakter yang dilaksanakan disekolah dan keluarga Marzuki, 2015. Di masyarakat, anak banyak mendapatkan pengalaman baik maupun kurang baik, ataupun sama sekali tidak sesuai dengan bakat dan perkembangannya melalui pengaruh pergaulan, perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Seperti pengajian-pengajian baik bersifat umum maupun khusus di mushalla, langgar atar surau atau pengajian peringatan hari besar keagamaan. Disinilah anak-anak mendapatkan pendidikan perkumpulan remajapemuda juga membentuk karakter anak sebagai disinyalir Ki Hajar Dewantara bahwa “lingkungan yang ketiga adalah perkumpulan pemuda”Atiqullah, 2001. Pendidikan karakter yang berbasis pada masyarakat harus di upayakan dengan mendesain berebagai macam corak kerja sama dan keterlibatan anatara lembaga pendidikan dengan komunitas-komunitas dalam masyarakat demi terwujudnya lembaga pendidikan yang bermakna, bermutu, dan mampu menjawab aspirasi setiap anggota masyarakat. Kerja sama anatara lembaga pendidikan dan komunitas di luar lembaga pendidikan dan komunitas masyarakat yang akhirnya mendukung suksesnya program pendidikan karakter secara keseluruhanMarzuki, 2015. 2. Etika dan Moral Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yang sudah ribuan abad lamanya menghuni bumi. Dalam prosesnya, pembinaan kepribadian manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan didukung oleh faktor pembawaan manusia sejak lahir. Terkait dengan itu, manusia sebagai makhluk sosial, tidaklah terlepas dari nilainilai kehidupan sosial. Oleh karena nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat dengan manusia lain. Dalam pandangan sosial, etika dan agama merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos, ethos adat, kebiasaan, praktek. Artinya sebuah pranata perilaku seseorang atau sekelompok orang yang tersusun dari sebuah sistem nilai atau norma yang diambil dari gejala-gejala alamiah masyarakat atau kelompok tersebut Zakiah, 1999. Akhlak disamping dikenal dengan istilah etika, juga dikenal dengan istilah’Moral’ berasal dari bahasa latin mores, kata jama’ dari mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diartikan dengan susila. Moral artinya sesuai dengan ide-ide umum yang umum diterima tentang tindakan manusia, yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran tindakan yang oleh umum diterima, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu Rosihon, 2010. Mohammad Muchlis, 2014. Para ahli mendefinisikan moral sebagai berikut 1 James Rachels menggambarkan suatu konsep minimum bahwa moralitas adalah usaha untuk membimbing tindakan seseorang dengan akal yaitu akan melakukan apa yang paling baik menurut akal, seraya memeberi bobot yang sama menyangkut kepentingan sendiri individu yang akan terkena dengan tindakan itu. Rachels menekankan pada fungsi akal untuk menentukan apakah suatu perbuatan bermoral atau tidak. 2 Frans Magnis Suesono sebagaimana dikutip C. Adiningsih menyatakan bahwa moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga moral adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi kebaikannya menjadi manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur yang digunakan manusia untuik mengukur kebaikan seseorang. Sedangkan moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindaka lahiriyah. Marolitas terjadi jika seorang mengambil sikap yang benar karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan yang baik tanpa pamrih dan bernilai secra moral. Pembelajaran moral didekati dari aspek kognitif sebagai unsur pemahaman moral atau penalaran moral, yaitu jenis kemampuan kognitif yang dimiliki seseorang untuk mempertimbangkan, menilai dan memutuskan suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip moral seperti baik atau buruk, etis atau tidak etis, benar atau salah. Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, maka sama halnya dengan berbicara tentang moral mores. Untuk istilah Moral itu sendiri berasal dari bahasa Latin yang mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata „etika‟, maka secara etimologis, kata ‟etika‟ sama dengan kata „moral‟ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. K. Bertens, mengungkapkan bahwa moral itu adalah nilai-nilai dan normanorma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Mansur, 2006. Etika dapat dibedakan menjadi dua macam Keraf 1991 23, yaitu sebagai berikut 1. Etika Deskriptif Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait engan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. 2. Etika Normatif yang menetapkan sebagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menunutun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. . 3. Berjabat Tangan dalam Islam Sebagai saudara selain harus saling membantu, Islam pun mengajarkan untuk saling mendoakan, salah satunya dengan mengucakan salam, berjabat tangan ketika bertemu dengan orang lain. Akan tetapi di dalam Islam ada batasan-batasan tertentu tentang adanya berjabat tangan sesama muslim yang lawan jenis, mugkin hal ini di anggap sepele bagi sebagian orang, padahal salam inimempunyai makna yang besar. Dengan salam tersebutn tentunya akan selalu akan selalu menyambung tali silaturrahmi antar sesama dan alangkah lebih baiknya saling berjabat tangan saat bertemu agar jiwa kekeluargaan semakin erat dan terciptanya kehidupan yang sejahtera. Namun dalam hal berjabat tangan ini menimbulkan dilema bagi yang akan melakukannya, tidak akan pernah terjadi masalah jika yang melakukannya antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan. Tapi akan berbeda masalahnya jika yang melakukannya antar lawan jenis, memang bagi yang mahrom di perbolehkan, lalu bagaimana dengan yang bukan mahrom. Padahal berjabat tangan ini seakan-akan tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Jika hal ini di hubungkan dengan salah satu budaya dalm kehidupan bermasyarakat. Di negara kita khususnya madura sangatlah kental dengan adat ketimuran yaitu lebih mengutamakan budi pkerti dari pada kecerdasan, terbukti mayoritas sekolah di madura lebih menekankan budi pekerti ysng luhur kepada siswanya dari pada kecerdasan mereka dalam mengusai berbagai disiplin ilmu. Hal itu dikarenakan menurut sebagian mastarakat tolak ukur manusia bukan di nilai dari kecerdasan dirinya dalam mengusai sebagian ilmu melainkan dari budi pekertinya. Salah satunya yaitu dengan bersalaman dengan salah seorang guru, kerabat ketika bertemu, ada sebagian sekolah yang membudayakan kepada siswanya untuk besalaman kepada gurunya ketika hendak masuk atau pulang sekolah. Dalam kaca mata fikih permasalan di atas tidak bisa dianggap hal yang sepele, terutam dalam versi Syafi’iyah hukum bersalaman dengan lawan jenis itu di perinci, yaitu a Hukum Mushafahah antara lain jenis hukumnya Haram’. Meskipun sudah tua bisa saja hukum keharamannya hilang asalkan ada pengahalang yang mencegahnya seperti kain, serta tidak menimbulkan syahwat dan aman dari fitnah. Jika dengan adany pengahalang tetpa menimbulkan syahwat maka hurumnya tetap Haram’. b Hukum Mushafahah dengan anak kecil yang tidak menggoda hukumnya Boleh’, akan tetapi jika seandainya bersalaman dengan anak kecil tersebut bersyahwat maka hukumnya berubah Haram’ c Hukum Mushafahah dengan lawan jenis yang sudah mensyahwati Haram’ disamakan dengan orang dewasa.. d Bersalaman dengan orang yang sudah tua itu hukumnya Haram’. e Bersalaman dengan lawan jenis yang Mahram hukumnnya Boleh’ jika tidak disertai dengan syahwat. Sedangkan berslaman antara sesama jenis jika disertai dengan syahwat maka hukumnya jadi Haram’. Hukum ini tidak pandang bulu tidak pandang guru atau tidak, miskin atau kaya, maksudnya tetap haram hukumnya bersalaman antara guru dan murid yang sudah Baligh, kecuali ada penghalang dan tidak bersyahwat. Di dalam kitab Sesuai dengan Hadis Rasulullah saw    Rasulullah bersabda "Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita." Muhammad al-Amin, . Didalam hadis itu kita bisa ambil pemahaman, seseorang Nabi saja tidak pernah menyentuh tangan seorang perempuan apalagi kita yang hanya manusia biasa. Aisyah radhiyallahu 'anha berkata  Tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita, namun beliau melakukan bai'at dengan mereka dengan ucapan." Tidak ada perbedaan, apakah salaman tersebut beralas atau tidak, karena umumnya dalil-dalil dan untuk menutup celah yang membawa kepada fitnah. Jika ditelusuri apa sebabnya berjabat tangan ini diharamkan, tentunya ada alasan syar’i yang mendasarinya, salah satunya mengandung unsure syahwat dan akan menimbulkan fitnah bagi pelakunya Yusuf, 1998..Jika hal ini di hubungkan dengan salah satu budaya dalam kehidupan bermasyarakat contohnya memberi selamat pada pasangan pengantin, apakah berdosa untuk memberi selamat tersebut sambil berjabat tangan, padahal biasanya hal tersebut bertujuan untuk memberi sumbangan buwoh istilah jawanya. Bukankah bagi pasangan pengantin di anjurkan untuk meramaikan pesta pernikahan yang tentunya melibatkan orang banyak dan sudah tentu itu bukanlah mahram semua. C. Penutup Hubungan antara etika dengan agama sangat erat kaitannya, yakni adanya saling isi mengisi dan tunjang menunjang. Keduanya terdapat persamaan dasar, yakni sama-sama menyelidiki dan menentukan ukuran baik dan buruk dengan melihat pada perbuatan manusia. Etika mengajarkan nilai baik dan buruk kepada manusia berdasarkan akal pikiran dan hati nurani manusia, sedangkan agama mengajarkan nilai baik kepada manusia berdasarkan wahyukitab suciyang kebenarannya Absolutmutlak dan dapat diuji dengan akal pikiran. Fungsi etika dan agama dalam kehidupan social tetap berlaku dan dibutuhkan dalam suatu masyarakat, keduanya berfungsi menyelidiki dan menentukan perbuatan manusia. DAFTAR PUSTAKA Putra Daulay, Haidar, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nadsional di Indonesia, Jakarta Kharisma Putra Utama, 2004. Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, Jakarta Amzah, 2015. Siswanto, Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan, Surabaya Pena Salsabila, 2015. Siswanto, Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan, Surabaya Pena Salsabila, 2012. Solichin, Mohammad Muchlis, Akhlak dan Tasawuf, Surabaya Pena Salsabila, 2014 Kosim, Mohammad, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya Pena Salsabila, 2013. Anwar, Rosihon, Akhlak Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2010. Atiqullah, Psikologi Agama, Surabaya Pena Salsabila, 2001. Ariwidodo, Eko, “Relevansi Pengetahuan Masyarakat Tentang Lingkungan dan Etika Lingkungan dengan Partisipasinya dalam Pelestarian Lingkungan”, dalam jurnal Nuansa, Vol. 11, No. 1, Januari-Juli 2014. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta Universitas Terbuka, 1999.  ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Eko AriwidodoBerdasarkan realitas yang sering dijumpai bahwa kehidupan masyarakat Barurambat di kabupaten Pamekasan, tentang partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan atau pelestarian lingkungan masih tergolong rendah, tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya dan lokasi tertentu yang terlihat kotor dan kumuh. Permasalahan penelitiannya yaitu untuk mengetahui 1 hubungan antara pengetahuan tentang lingkungan hidup dengan partisipasi masyarakat Barurambat kabupaten Pamekasan dalam pelestarian lingkungan; 2 hubungan antara etika lingkungan hidup dengan partisipasi anggota masyarakat Barurambat dalam pelestarian lingkungan hidup; dan 3 hubungan antara pengetahuan tentang lingkungan dan etika lingkungan secara bersama-sama dengan partisipasinya dalam pelestarian lingkungan hidup di Barurambat kabupaten Pamekasan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mencari hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat. Sampel populasi penelitian ini adalah anggota masyarakat khususnya di wilayah Barurambat Pamekasan yang berjumlah 441 orang, dengan menggunakan teknik random sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara pengetahuan tentang lingkungan dengan partisipasi dalam pelestarian lingkungan dalam masyarakat Barurambat kota Pamekasan yang ditunjukkan dengan besaran SolichinMuchlisSolichin, Mohammad Muchlis, Akhlak dan Tasawuf, Surabaya Pena Salsabila, 2014 Hukum memandang lawan jenis dalam Islam sudah tertera dalam Al-Qur'an juga Hadis Nabi Muhammad SAW. Ada batasan tertentu mana yang dibolehkan dan mana yang haram. Namun bukan berarti kita dilarang sama sekali untuk memandang lawan jenis. Dalam Qur'an Surat An-Nur ayat 31 yang berbunyi وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ “Katakanlah kepada wanita yang beriman Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” Dalam menafsirkan ayat ini, para ulama sepakat bahwa hal yang dilarang adalah memandang lawan jenis dengan nafsu syahwat, atau hasrat seksual. Mereka juga mendasarkan pendapatnya pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan At Tirmidzi berikut ini Ketika itu Ummu Salamah bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan Maimunah, lalu Ibnu Ummi Maktum hendak masuk ke rumah. Itu terjadi setelah kami diperintahkan untuk berhijab setelah turun ayat hijab. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata Kalian berdua hendaklah berhijab darinya’. Ummu Salamah berkata Wahai Rasulullah, bukankan Ibnu Ummi Maktum itu buta tidak melihat kami dan tidak mengenali kami?’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian berdua melihatnya?’ Bagaimanakah hukum memandang lawan jenis dalam Islam? Dalam laman Ditjen Pendis Kemenag RI, Dr. Nur Rofiah, BIL UZM, seorang dosen Institut Perguruan Tinggi Ilmu Qur'an menjelaskan hal ini dalam video berikut Poin penting yang diungkap oleh Dr. Nur Rofiah tentang hukum memandang lawan jenis dalam Islam ialah sebagai berikut 1. Menundukkan pandangan bukan mata Banyak yang salah kaprah, menganggap bahwa ghadul basyar yang bermakna menundukkan pandangan, diartikan bahwa harus menundukkan kepala saat berhadapan dengan lawan jenis. Padahal, yang lebih penting adalah mengendalikan cara pandang terhadap lawan jenis agar tidak terjerumus ke dalam zina. 2. Mengontrol cara pandang terhadap lawan jenis Jangan melihat lawan jenis sebagai makhluk seksual, tapi juga sebagai makhluk intelektual dan spritual yang memiliki akal budi. Sehingga pergaulan dengan lawan jenis tidak seperti hewan yang tujuannya hanya untuk bereproduksi, sehingga hubungan pejantan dan betina selalu dalam hal seksualitas. 3. Menjaga alat kelamin agar tidak berzina Memandang lawan jenis dalam Islam dengan cara mengontrol pola pikir agar tidak melulu berpikiran soal seksual. Tujuannya supaya terhindar dari zina. Dan bisa menjalani pergaulan dengan lawan jenis lebih positif, yaitu dalam lingkup cara pandang intelektual dan spiritual. **** Nah, Parents. Sekarang sudah tahu kan, bagaimana hukum memandang lawan jenis dalam Islam? Anda bisa mulai mengajarkan pada anak sejak dini, etika pergaulan Islami yang menjunjung tinggi intelektualitas dan spritualitas. Jadi, anak tidak perlu menjadi anak yang selalu menghindar dari lawan jenis, hingga pergaulan sosialnya menjadi terbatas. Biarkan anak bergaul seluasnya, namun tetap mengajari batasan yang telah ditentukan oleh agama. Semoga bermanfaat. Referensi Baca juga Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

mengapa agama mengajarkan adat memandang lawan jenis